Selasa, 31 Mei 2011

Useless. Semua Balik Lagi ke Diri Sendiri.

Rasanya percuma mengikuti sesi demi sesi itu. Aku belum merasakan adanya pencerahan. Bahkan tiap kali akan memulai suatu sesi yang aku harapkan bisa memberiku pencerahan itu, aku selalu takut, malu, enggan, segan, dan ragu. Entah kenapa...
Awalnya aku datang ke tempat itu membawa harapan besar akan ada keajaiban besar yang bisa menolongku. Aku berharap ada orang bijak yang bisa mengertiku, mungkin seperti sosok Ajahn Brahm, atau siapapunlah yang bijak.
Aku berharap dia benar-benar bisa mengerti aku dan memahami apa yang aku alami dan rasakan. Aku sangat berharap dia seperti itu... Rasanya aku telah mengharapkan dia menjadi sosok seperti peri yang bijak dan serba tahu. Padahal dia juga hanya manusia biasa.
Sesi awal aku datang aku rasa aku amat emosional. Menggebu-gebu. Meskipun rasanya aku takut, sedikit enggan, tapi bagian lain dari diriku mengatakan aku harus mencobanya. Ini penting, karena aku sudah tak mampu menyimpannya sendiri.
Aku tak tahu harus memulai dari mana. Aku kebingungan. Namun aku paksakan untuk berbicara. Aku mengatakan apa yang aku rasakan, namun kacau, berantakan sekali. Aku yakin dia kebingungan. Aku sendiri saja bingung dengan masalahku ini. Aku benar-benar tak tahu harus memulai darimana dan bagaimana menciptakan alurnya.
Ah Tuhan... Semua begitu jelas dalam pikiranku, semua begitu banyak ingin menyerbu keluar satu persatu hingga aku kebingungan harus yang mana dulu yang aku keluarkan. Semua seolah menyeruak ingin keluar. Membuatkau random karena kebingungan. Aku tahu apa yang aku alami. Namun mungkin karena telah banyak rasa yang aku pendam dan rasakan sendiri aku kesulitan mengungkapkannya. Banyak jejalan dalam otakku.
Dan sampai sesi ketiga pun aku rasa aku masih belum memeroleh pencerahan, justru makin bingung dan tak nyaman dengan semuanya. Aku takut untuk sepenuhnya jujur. Aku malu untuk sepenuhnya berkata lengkap tentang semua. Aku enggan mengorek-ngorek isi pikiranku akan hal ini. Aku malas memikirkannya. Aku hanya ingin seseorang itu mengerti apa yang aku rasakan tanpa perlu aku bersusah payah mengorek ulang dari awal. Itu menyakitkan. Memuakkan. Rumit seperti benang kusut. Bundet.
Aku harus bagaimana...? Makin lama aku makin tak nyaman dengan sesi-sesi ini. Aku rasa dia pun muak karena aku tak bisa mengeluarkan apa yang aku rasakan, hanya membuatnya bingung saja. Dan mungkin dia telah sedikit salah persepsi mengenai kisahku ini. Mungkin aku terlihat sekadar mengarang cerita, mungkin dia berpikir aku seharusnya mengambil tindakan itu saja, yang selalu aku jawab jika dia balik melontarkan pertanyaan atas pertanyaanku. Aku tahu aku menjawab dengan rasional. Tapi jawabanku itu bukan jawaban yang sebenarnya ada dalam perasaanku. Memang itu logis tapi bukan yang aku pikirkan sebenarnya. Aku menjawab seperti itu karena aku takut dan enggan untuk makin berlama-lama. Aku memang tidak sabaran orangnya.
Aku pun memiliki persona yang berlipat. Selalu bersembunyi di baliknya. Aku merasa aman, karena aku terlalu takut dengan orang lain, dengan semua pandangannya terhadapku jadi aku memakai topengku. Yang berarti aku harus membohongi diriku sendiri demi orang lain. Mungkin memang aku merasa tenang dan nyaman, namun sebenarnya tidak juga. Aku makin tersiksa. Namun aku tenang. Ya seperti itulah. Munafik.
Dari sesi-sesi yang telah aku jalani sepertinya aku tahu bahwa semua akhirnya berbalik kepada diriku lagi sepenuhnya. Dia selalu bertanya balik tentang pertanyaan dan keluhanku. Ya mungkin itu memang seharusnya dia lakukan sesuai dengan prosedur client centernya. Tapi saat ini aku tak memerlukan itu. Kalau begitu aku tak perlu pergi ke tempat itu karena aku akan memcahkannya sendiri.
Ah.. Semua makin runyam rasanya. Perasaanku dan pikiranku.
Ingin kusudahi saja sesi-sesi ini karena pun aku tak mendapat apapun. Aku rasa useless... Aku hanya berusaha memberitahukan aibku pada orang lain. Entahlah aku menyesal atau tidak atas semua ini.
Mungkin benar juga apa katanya, semua terlihat tak rasional tapi aku terlalu memaksakan semua agar tetap rasional. Dan sepertinya yang dia tahu adalah bahwa seharusnya aku telah bisa memutuskannya... tapi tidak semudah itu, dia belum mengertinya. Semua masih terlalu dangkal.
.......................




Sabtu, 28 Mei 2011

Setengah Nyata Setengah Mimpi

Bagian ini yang sulit aku beritahukan kepada semua orang.
Hanya aku yang bisa mengerti karena aku yang merasakannya sendiri. Sulit bagiku untuk mendefinisikannya untuk orang lain mengertinya.

Ketika orang lain menanyakan kepadaku perihal itu, apakah benar aku telah memilikinya sekarang dan menjalani hubungan romantic relationship itu, aku bingung harus menajawab apa. Ketika kujawab ya, lalu mereka menuntutku untuk menceritakan tentang hubunganku ini, mencakup, siapa nama pacar, bagaimana kenalan, dimana ketemunya, bagaimana pacarannya? Aku seolah stuck. Tak bisa menjawabnya.
Sebenarnya bukan tak bisa menjawabnya, aku bisa karena semua pertanyaan itu memang memiliki jawaban. Hanya saja aku tak tahu bagaimana cara membuat orang lain mengertinya.
Pertanyaan pertama, siapa dia? Pasti orang lain ingin tahu tentang nama, usia, tempat kuliah/kerjanya, alamatnya, orang asli mana, kaya apa kok bisa sampai suka, dan bla bla bla lainnya.
Sebenarnya mudah saja aku jawab, hanya saja yang membuatkua sulit menjawan adalah reaksi dan penilaian mereka terhadap hubunganku ini. Aku sangat takut untuk dijudge buruk oleh mereka. Mereka tak akan mengerti kenapa serumit ini bagiku....
Selanjutnya mengenai alur kami bisa menjalin hubungan ini juga sulit kujelaskan karena terlalu rumit dan mungkin bagi mereka yang masih waras hal yang kualami sedikit bodoh, atau memang bodoh dan kedengarannya aku seperti terlalu buta dan irasional. Entahlah hal negatif apalagi yang akan mereka berikan untukku ketika aku mengatakan bagaimana alur ceritaku ini. Jadi lebih baik aku diam. Namun ketika aku diam, mendiamkan semuanya dan tidak membuat sejenis pengumuman bahwa aku telah menjalin komitmen semua mengira aku masih terlalu bebas dan ada yang ingin mendekat dan masuk dalam sebagian duniaku. Aku merasa serba salah. Karena antara aku dan dirinya memang telah ada komitmen. Dan semua ini adalah nyata. Dan dia akan sangat cemburu ketika aku berhubunngan akrab dengan orang lain...
Aku serba salah. Duniaku terbelah....





Damn! Sucks!

Brengsek!
B.r.e.n.g.s.e.k.

Damn..................damn..................damn...

Goblok emg gue tuh!
Begoo.
Brengsek!


Begooooo....!

Jumat, 27 Mei 2011

Galaunya U.A.S.

at midight: 12.01 am.
Ditambah galau karena terobrak-abriknya perasaan karena menguapnya kekesalan seseorang yang masuk dan memengaruhi kehidupanku...

berharap kerja keras dan usahaku membuahkan hasil setimpal.
karena bagiku kerja keras berbanding lurus dengan hasil.

Terobrak-Abrik Angin Ribut

Ketika kemurkaanmu muncul, menguap dalam hangatnya hubungan kita,
Kurasakan goncangan keras menimpa ruang dalam perasaanku.
Bukan hanya goncangan namun juga badai besar, berangin kuat, membawa semua kisah, ucapan serta janji-janji itu menjadi terobrak-abrik, berantakan.
Suram.
Semua berubah menjadi buruk ketika kekesalanmu muncul.
Aku butuh seseorang yang pengertian tak hanya ingin dimengerti.
Mungkin menurutmu kau telah terlalu mengerti aku dan selalu mencoba mengertiku.
Namun jujur bagiku kau justru kurang pengertian dan hanya ingin dimengerti karena bagimu kau telah cukup atau mungkin sangat mengertiku.
Sebenarnya apa yang kamu maksud dengan pengertian?
Sepertinya semua definisi kita dalam beberapa hal.
Aku terlalu takut melepasmu namun aku pun tak berdaya dengan situasi saat kekesalanmu menguap hanya karena masalah komunikasi, yang bagiku tak begitu perlu diributkan.
Ataukah itu semua bukti besarnya perasaan itu untukku?
Tapi itu juga siksaan bagiku.
Aku yang terbiasa bebas dan tak terikat kini harus menjalani suatu ikatan perasaan.
Butuh proses untuk menjadi seperti yang kau inginkan.
Aku harusnya tau itu.
Dan dulu yang membuatkua memiliki perasaan ini adalah dirimu.
Bahkan sepertinya kau terlalu memaksaku.
Padahal telah berulang kali ku katakan aku takut dengan sesuatu seperti ini, selalu akan berakhir dengan luka.
Aku benar-benar takut...
Sekarang aku telah memutuskan untuk akhirnya terjatuh dalam classical conditioningmu, yang dulu telah selalu kutolak. Namun akhirnya CSmu pun berhasil membuatku memiliki CR.
Oh Tuhan sepertinya aku sedikit menyesal dengan keputusanku waktu itu.
Karena sekarang aku merasakan penderitaan karena kusadari lagi aku tak sebebas dulu.
Meskipun dari ikatan perasaan inipun aku telah merasakan kebahagiaan dan sensasi perasaan positif yang belum pernah aku rasakan.
Namun aku begitu takut untuk ditinggalkan dan perpisahan.
Aku sangat-sangat takut Tuhan karena ku telah terjatuh dalam dalam perasaan ini.
Dan ketika semua itu menyerangku, hatiku berkecamuk lebat, bagai terkena angin ribut.
Berantakan, suram, dan menakutkan.
Aku takut...





Minggu, 22 Mei 2011

Always There a Hurt in a Love


Aku rasa kehidupanku berbeda dari kebanyakan orang normal. Karena masalah itu.
Aku rasa aku gila. Dan duniaku pun gila, penuh ketidakwarasan. Apa ini normal? Atau mungkin hanya persepsiku yang berlebihan dalam memandang masalah yang aku alami sekarang. Mungkin kalau orang lain yang mengalami masalah sepertiku ini tidak akan se”lebay” aku. Yah mungkin aku memang yang terlalu lebay dengan masalahku ini. Tapi dalam setiap hal aku selalu merasa takut untuk men”judge” aku dan masalahku sebagai masalah yang tidak normal yang tidak seharusnya aku alami, karena mungkin bagi orang lain masalah ini adalah normal. Aku selalu merasa tidak bebas atas hidupku dan segalanya milikku, karena orang lain, karena kehadiran mereka membuatku berubah menjadi objek, sesuatu yang aku benci. Aku suka pernyataan dari Sartre, bahwa orang lain adalah neraka bagi kehidupan seseorang, jahat memang kedengarannya. Tapi aku rasa itu benar, meskipun tak sepenuhnya.
Aku pusing dengan masalahku ini. Gila, konyol, dan mungkin buruk. Yang benar saja, aku mencintai seseorang yang dicintai seseorang yang sangat aku cintai dan berharga dalam hidupku. Meskipun sebenarnya disini kalau dilihat secara logika seharusnya aku yang lebih pantas mendapatkan seseorang itu. Tapi itu sekadar logika, bukan perasaan. Aku belum memiliki ikatan sakral apapun dengan seseorang. Dalam hal ini bisa dibilang aku masih bebas dan berhak untuk menjalin suatu hubungan dengan seseorang. Sedangkan orang itu, seseorang yang berharga dalam hidupku, kebalikanku.
Kemudian dari segi waktu hidup. Mungkin dalam beberapa hal dan bagi sebagian orang hal ini bukan hal yang penting dan perlu dipertimbangkan. Namun secara rasional hal ini menjadi pertinmbangan penting dalam suatu hubungan. Akulah yang lebih pantas. Seharusnya, kalu masih menggunakan logika. Namun berbeda konteks dan menggunakan cara penilaian lain (perasaan, pemikiran irasional) hal ini tidak bermasalah. Namun dalam tulisanku kali ini aku membicarakan mengenai kerasionalan dan logika.
Selanjutnya dari segi peradaban, ilmu, pendidikan, dan sejenisnya, seharusnya pula aku yang kebih pantas. Aku merupakan generasi kedua sedangkan dia generasi pertama. Dari segi pengalaman mungkin memang dia lebih dariku namun dari ketiga hal tadi aku lebih darinya. Dan itulah alasan secara logis aku pantas mendapatkan dirinya, bukan dia.
Dari segi apapun aku rasa aku pantas secara logis menjalani hubungan dengannya. Bukan dia.
Namun terluka sekali hatiku ketika terkadang aku berpikir mengenai ini dengan penggunaan rasio dan logika, dan terlebih perasaan. Hancur, tertusuk, sakit sekali.
Namun entahlah masalahku ini memang kurang rasional dan sangat menyebalkan. Aku membencinya. Sangat. Aku tak tahu harus bagaimana dengan semua ini. Aku pun sangat ketakutan kalau ternyata semua adalah persona. Aku… entahlah aku benci.

I am Worried 'Bout You

Jujur aku masih merasa irasional dengan semuanya.
Hanya saja sepertinya tentang perasaanku itu adalah ungkapan kejujuran dari hatiku yang terdalam.
I'm really falling for you.
Takut sekali untuk kehilangan dirimu saat ini.
Meskipun entahlah, aku tak tahu apakah aku telah benar-benar meyakini keberadaanmu dan semua cerita tentangmu. Tapi aku rasa iya aku meyakininya. Semua terasa nyata dan suatu kebenaran serta kejujuran. Namun ketika pikiranku berubah menjadi sebuah pikiran yang logis, dan ketika aku mendengarkan pendapat orang lain mengnenai hal ini, keraguan itu muncul. Memang bagi orang yang tak mengalaminya secara langsung, sepertiku, hal ini akan dianggap hal yang tidak dapat dipercaya, sangat diragukan, dan mungkin mereka menjudgeku bodoh atau apapun itu, suatu celaan pastinya. Kecuali orang yang benar-benar memahami kisahku denganmu ini. Dan semua ini masih terus menjadi rahasia Tuhan. Entah kapan kita akan bertemu secara nyata dan memadu perasaan kita secara nyata.
Hanya Tuhan yang tahu kelanjutan kisah ini, kisah yang amat rumit, tidak begitu masuk akal, dan gila mungkin.
Aku telah terlibat terlalu dalam secara emosional dengan dirimu. Aku ingin mempertahankan hubungan ini, lebih dekat dan nyata.
Tapi.... sesuatu yang kau derita itu (penyakitmu) membuatku sangat khawatir. Entah itu nyata atau skenariomu, tapi aku telah bilang aku percaya pada itu. Penyakitmu yang membuatmu lemah dan tak berdaya sekarang sungguh sangat mengganggu pikiranku.
Aku tak ingin hal itu merenggutmu untuk selamanya. Aku baru saja jatuh untukmu dan tiba-tiba kau akan pergi? Enak saja. Aku tak akan merelakannya. Aku akan gila! Transisi yang cukup tajam dalam hidupku ini telah membuatku tertekan namun aku menyukainya.
Inilah hidup, penuh masalah dan ketidakmasukakalan. Kamu membuatku tahu bahwa hidup yang indah itu bukanlah yang selalu datar, tapi bergejolak dan  bergelombang seperti ini.
Meskipun memang berat untuk dijalani.
Untuk saat ini aku benar-benar mengharapkan dirimu sembuh dan pulih kembali. Aku ingin bertemu denganmu. Tuhan, perkenankan kami bertemu, izinkan kami bertemu, secepatnya, sebelum hal buruk itu mungkin terjadi.
Aku tak rela jika harus kehilanganmu, jika harus kau tinggal pergi selamanya.
Aku berharap deritamu segera berakhir dan kita bisa menjalani hidup ini dengan normal, terutama untukku.
Karena kurasa aku tak menjalani kehidupan ini dengan normal. Aku sakit. Mungkin begitulah.
Sekarang kau sungguh menyita konsentrasi serta pikiranku. Perasaan ini begitu dalam dan harapanku sangatlah menggebu.
Jangan pergi. Aku mengkhawatirkanmu. Sangat khawatir dengan keadaanmu saat ini, Semoga deritamu itu nyata dan kisahmu itu memang nyata. Aku tulus mendoakan kesembuhanmu. Semoga dia mengabulkannya.

Tuhan, hamba mohon jadikan hamba memperoleh kejelasan atas semua kesemuan ini,
Hanya Kau yang bisa menunjukkan semuanya dengan jelas kepadaku.
Dan hamba mohon, sembuhkan dia, berikan dia kesehatan, berikan dia kekuatan untuk bertahan dan berjuang melewati masa sulitnya ini (*jika semua memang kenyataan bukan skeneario),
Berikan keajaiban untuknya Tuhan. Berikan kemudahan untuknya dengan kuasaMu.
Karena semua itu akan berdampak pada hamba,
jangan biarkan hamba semakin gila dengan semua ini, Tuhan...
Jangan hancurkan hamba, karena saat ini jujur hamba telah merasa sedikit berantakan.
Atau malah cukup berantakan.
HAmba merasa terjebak dalam dunia yang setengah abstrak dan setengah nyata.
Semoga dia adalah anugerah yang indah yang memang Kau kirim untuk hamba...
Tuhan, tolong beri hamba kemudahan pula, untuk mendapatkan kejelasan atas semua ini.
Hamba cukup menderita dengan apa yang hamba jalani sekarang, meskipun hamba menikmati dan menyukainya....
Kau tahu yang terbaik, hamba hanya mengharap yang terbaik untuk yang terbaik. Hanya Kau yang bisa memberikan yang terbaik, Tuhanku...
Amiin...






Not Satisfied

Feel regret. Ga dari awal menyetting sesuatu itu, sesuatu yang kini aku rasa cukup aku sesali.
Meski dari awal aku berniat mengubah orientasiku dari sekedar book or study oriented tapi setidaknya aku harus menyusun strategi untuk mendapatkan hasil (nilai) yang memuaskan.
Jujur aku memang merasa jenuh dengan hidupku yang dulu, yang selalu study oriented, meskipun memang ku akui aku selalu mendapatkan hasil setimpal. Terima kasih Tuhan. Memang benar usaha berbanding lurus dengan hasil. Aku rasa sebenarnya aku tidak begitu cerdas, karena IQ ku saja bukan kriteria IQ seseorang yang gifted. Aku hanya sangat tekun, berjuang keras, dan bersungguh-sungguh. Dulu aku memiliki semangat yang menggebu untuk selalu mendapatkan hasil yang terbaik untuk diriku yang bisa kupersembahkan untuk orang-orang yang kusayangi dan telah berjuang demi aku (orang tuaku). Ya meskipun awalnya sekadar surface approach, bukan deep approach. Namun seiring berjalannya waktu surface approach itu berganti menjadi deep approach, dan motivasi eksternal itu memicu motivasi internalku sehingga aku bisa meraih hal (prestasi; nilai) yang cukup memuaskan dan membuatku bangga dan merasa diriku berharga karena aku punya nilai positif untuk diriku karena hal itu. Sebab tidak ada hal lain yang bisa membuatku bangga akan diriku, penampilan, harta, sifat yang east going, tidak aku punya. Aku hanya seseorang yang kuper dan kutu buku, tidak percaya diri, penakut, cupu.
Dengan prestasi aku bisa membuat orang memandangku dan setidaknya membuat diriku memiliki peningkatan kepercayaan diri, meskipun hanya 10% mungkin. Tapi itu hal yang berarti untukku.
Tapi itu dulu.
Semenjak kuliah, banyak hal dari duniaku yang berubah.
Salah satunya tentang orientasi itu. Karena mungkin aku merasa bosan dan jenuh dengan hidupku yang seperti itu terus menerus selama 11 tahun. Memang aku memiliki motivasi internal yang tinggi namun pressure dari lingkungan dan godaan dari lingkungan cukup menggoyahkanku, apalagi dua tahun yang lalu.
Karena itu semenjak memasuki dunia perkuliahan aku memutuskan untuk memutar sedikit mengenai orientasi dan sisi kehidupanku agar tidak monoton, aku bosan dengan hidup sebagai seseorang yang cupu dan kuper.
Aku juga ingin menikmati masa remajaku yang tak akan pernah terulang. Aku hanya mengalaminya sekali seumur hidup. Lagipula selama ini aku rasa aku sudah terlalu bekerja keras dan serius dalam hal itu saja. Apalagi semakin bertambah waktu aku merasa bersosialisasi dan menambah ilmu untuk kehidupan yang sifatnya lebih apllied dan nyata (dari permasalahan-permasalahn yang nyata tentang hidup, bukan sekadar teori tentang suatu ilmu yang belum tentu bisa diaplikasikan) adalah hal yang krusial dan penting.
Di masa kuliah ini aku inign menjadi diriku yang lebih progresif, punya banyak teman, bisa bersosialisasi, bisa menikmati hidup (tak melulu belajar), bisa belajar tentang hal yang nyata terutama dalam berhubungan dengan orang lain atau mungkin seseorang yang nantinya akan menjadi pendamping hidup (karena aku sadar mustahil bagiku untuk mengingkari kodratNya), mendapatkan pengalaman sebanyak mungkin tidak sekadar ilmu dari buku...
Tapi di satu sisi aku masih belum bisa menghilangkan sifat dan rutinitas kehidupan serta orientasi hidupku yang dulu. Sulit ternyata. Aku merasa sangat tersayat dan depresi ketika aku tidak menjadi yang dulu (yang selalu memperoleh prestasi dan nilai baik). Namun aku juga bersyukur karena aku mendapatkan sedikit hal yang berbeda dengan kehidupanku dulu, lebih berwarna, dan bermasalah (mungkin) (:P).
Tapi... aku masih belum bisa berubah sepenuhnya, aku merasa tersiksa dengan keadaan dan transisiku sekarang ini. Aku goyah, rasanya ingin keluar dari diriku yang dulu namun disisi lain aku tak mengizinkan itu, sehingga aku ingin kembali kepada diriku yang dulu seutuhnya kembali, namun ini pun tak mungkin karena sekarang telah ada yang berubah dari diriku. Bisa diperbaiki namun sulit setangh mati (mungkin), yang jelas sulit...
Aku bingung dan takut... Apa yang kujalani dan kuputuskan saat ini (ketika kuliah) adalah suatu kesalahan ataukah suatu proses yang akan membawaku pada kebenaran dan keberhasilan. Entahlah karena masa depan selalu misteri.
Tuhan, aku hanya mengharap dan memohon yang terbaik untuk kehidupanku, yang terbaik. Berikan aku kemudahan jalan meraih kesuksesan dan cita-citaku. Beri aku petunjukMu wahai Tuhanku...
Amiiin.




Senin, 16 Mei 2011

Hurt.

Seperti tertusuk sesuatu yang tajam.
Entah samurai, pisau, paku, atau apapun.
Merasuk, menggores, menyayat.
Pedih. Sakit sekali.
Membuat air mata mengalir.
Dan terluka sangat dalam. Seperti tergerogoti, perlahan, namun sering. Serasa akan habis. Lenyap, bagian perasa itu.
Terluka. Namun tak terlihat. Tapi parah, sungguh. Luka dalam...

Sabtu, 14 Mei 2011

Aku Berharap, Ini Segera Berlalu. Segera.

Waktu terasa begitu singkat untuk sesuatu yang menyenangkan.
Tapi begitu terasa sangaaat lama untuk sesuatu yang menyebalkan, menyiksa, menyedihkan, dan semua emosi negatif.

Waktu untuk penantianku itu begitu cepat berlalu, bagai roket yang melesat ke luar angkasa. Tak terasa sedikitpun membeku, tak mengizinkanku menikmatinya dan mencumbunya sesat. Aku tak merasakannya. Waktu itu terasa melesat begitu saja di depanku, kencang sekali. Dan... Wuuusssh... Hilang, berganti dengan waktu lain.
Sedangkan untuk sesuatu yang lain itu, sesuatu tentang penantian lain itu, terasa tak berujung, tak juga menemui akhir. Terus saja bergulir tanpa henti dengan kecepatan lambat. Bagaikan keong yang berjalan dengan sangat lelet. Padahal telah kelelahan, mengharap mengakhiri jalan itu. Jalan yang telah ditelusuri cukup lama.
Namun... Tak juga berujung. Entah kapan akan menemui akhir.

Tuhan, jikalau Engkau menghendaki hal ini, hal yang kujalani dengan dirinya, maka permudahlah aku untuk menjalaninya dan membuat ini menjadi sebuah keterbukaan.
Karena aku lelah, Tuhanku.
Aku berada dalam posisi yang entah benar entah salah, entah menguntungkan entah merugikan, entahlah.
Tuhanku sayang, aku muak jika harus berlama-lama dalam ketidakpastian ini. Aku rasa aku tak kuat. Aku lelah. Sangat lelah. Dan... Hampir gila. Atau malah telah gila. Memang ini yang dulu aku harapkan, dunia khayalan. Tapi ini dalam kenyataan. Dan ternyata sulit menerima khayalan dalam kenyataan.
Tuhanku sayang, jika dia memang membawa kebaikan untukku dekatkan dia, buatkan aku pertanda.
Namun Tuhanku, jika kehadirannya dalam hidupku hanya membawa kekacauan dan keburukan, jauhkanlah dia dari hidupku. Jauhkan. Kau mampu dengan kuasaMu.
Dan berikan aku penenang jiwa, izinkan aku hanya memberikan tempat itu untukmu sepenuhnya sehingga aku tak kan merasa terpuruk ketika keburukan dari sesamaku menusuk bagian itu.
Tuhanku sayang, Kau tau yang terbaik, aku mengharap yang terbaik, berikan aku yang terbaik...
And finally, time must still go on.
Dan hari, tanggal, dan waktu yang aku nanti akhirnya harus pergi juga, berputar, terlewati.
Rasanya berdebar selalu di saat penantian ketika waktu itu belum datang.
Namun ketika waktu itu menjelma menjadi bola yang terus menggelinding, rasa itu berubah menjadi muram, sedih. Aku serasa ingin membeku dalam waktu istimewaku. Tak rela untuk menggulirkan waktuku seperti bola kaca yang terus berputar, mencari suatu jalan yang terus belum terlampaui, belum terlewati.
Akhirnya waktu istimewa itu terlewati, singkat.
Aku bahkan tidak merasakan sensasi yang ingin kurasakan selama penantian. Yeah, nothing special in my special time. Biasa banget. Dan akhirnya berlalu.
Ketika waktu istimewa itu belum tiba aku selalu merasa penuh harapan, penuh hasrat dalam penantian. Menunggu kejuta indah di tahun ini, kejutan yang lebih indah dari tahun lalu, kejutan indah dari orang-orang yang kuharapkan mengingat hari istimewaku, kejutan yang akan berkesan selamanya yang kuharapkan mereka berikan kepadaku di waktuku itu. Ya, sepertinya aku sangat tergila-gila pada harapan tentang kejutan yang berkesan.
Tapi... tak ada yang istimewa.
Hari itu hanya hari istimewa untukku, bukan untuk mereka. 
Berdebar-debarnya jantungku dan meluapnya hasrat kebahagiaanku hanya aku rasakan sendiri ketika waktu yang aku nantikan itu tiba.
Bahkan aku pun tak bisa benar-benar bersuka cita dalam waktu istimewaku itu.
Hanya aku dan "alter egou" ku yang bisa merasakan sensasi mengenai "katarsis", luapan emosional waktu penantian panjang dan harapan yang bergejolak tentang hari itu, waktu itu.
Nobody feel what I feel.
Dan tak seorangpun tahu aku telah menantikan kejutan di hari ini, kejutan yang membahagiakan. Tak seorang pun, kecuali beberapa orang yang terkecuali, yang juga tahu ini adalah hari istimewaku.


Ah seperti biasa, aku selalu kesulitan memaparkan apa yang ingin kupaparkan. Melebar kemanapun, tak jelas. Tapi biarlah, biarkan aku terus menulis. Meski kacau, berantakan, messy.

Dan akhirnya aku melewati hari istimewaku ini, yang hanya datang sekali dalam setahun, dengan biasa saja. Yah, lagipula aku bukan tuan puteri kan yang harus selalu merasakan kemewahan dan sensasi suka cita yang istimewa di hari ini. Harusnya aku tetap mensyukurinya karena bagaimanapun masih tetap banyak orang yang memberiku doa dan ucapan selamat. Meski aku yakin semua itu sekadar "formalitas" karena mereka tak tahu esensi dan sensasi yang ingin aku rasakan. Mereka tak mengerti mengenai kedua hal itu. Tapi setidaknya terima kasih, karena itu artinya mereka peduli, meski sekadar formalitas. Namun aku harap, harapan yang mereka ucapkan itu adalah ketulusan.
Kesannya aku sangat tidak mensyukuri nikmat yang Dia berikan di hari ini bukan? Aku terlalu menuntut lebih. Yeah, itu aku. Yang tak pernah puas pada apapun yang aku dapat karena ekspektasiku yang terlalu tinggu (mungkin) terlalu menuntut untuk perfeksionis dalam setiap hal, termasuk sesuatu istimewa, yang paling tidak berbeda dari sensasi yang aku rasakan setiap harinya di hari biasanya.
Aku hanya ingin waktu istimewaku terlewati pula dengan sesuatu yang istimewa, terutama dari mereka, orang-orang yang aku harapkan memberikan "respect" tinggi dan kepedulian tinggi pada hari istimewaku. Bahkan sedikit sekali, mereka, orang-orang yang akan kukenang dalam perjalanan sejarah hidupku, yang ingat. Hanya segelintir. Bahkan mereka mungkin sedikit lupa, dan "dia" tak pernah ingat. Meski selama ini, 18 tahun bersamaku aku belum pernah mendengar dia mengucapkan kata formalitas itu untukku maupun untuk yang lainnya dalam lingkungan itu. Oh, sudahlah, jangan terlalu meerenungi kekurangan yang berjalan tak sesuai keinginanmu. Syukuri saja apa yang telah terjadi, toh inipun telah berlalu. Namun terima kasih. Lagipula hari istimewa ini bukanlah hari yang teristimewa bukan? Khususnya untuk mereka. Hanya aku yang merasa ini adalah hari yang sangat istimewa. Tapi sebenarnya tidak juga. Biasa saja seharusnya. Aku memang berlebihan dalam berharhap dan sangat buruk, sangat tidak mensyukuri segalanya. Maaf. Tapi aku hanya inign ada sesuatu yang berkesan. Ah, tapi sudahlah seperti inipun cukup, bukan? Seperti inipun telah termasuk hal yang istimewa. Sudahlah, jangan terlalu mempermasalahkan. Tidak terlalu penting juga.
Tapi... Penantianku yang menggebu harus terlewati begitu saja di momen ini? Begitu saja, tanpa ada kesan mendalam? Bagaimanapun juga aku tetap merasa sedikit kecewa. Apalagi orang-orang tersebut, mereka tidak melakukan sesuatu seperti yang aku harapkan. Khusus orang-orang tersebut yang aku sesalkan. Memang jarak memisahkan kami, tapi seharsunya tak jadi masalah karena alat komunikasi sekarang pun telah canggih dan berkembang, bukan?


Ah, sudah...sudah! Cukup! Aku memang payah, tak pernah menerima dengan rasa syukur apa yang seharusnya aku terima dengan penuh syukur...


Setidaknya aku masih memiliki harapan untuk penantian selanjutnya. Masih ada di depan sana.


Terima kasih kepada beberapa orang yang telah mengingat hari bahagiaku ini.
Terima kasih kepada orang-orang yang turut bahagia dalam hari bahagiaku ini meski mereka bahagia karena momen lain di waktu yang sama dalam hari istimewaku.
Terima kasih kepada mereka yang mendoakanku di hari ini.
Terima kasih semua...









Kamis, 12 Mei 2011

Happy 18th Birthday... (12 Mei 1993-12 Mei 2011)

HAPPY BIRTHDAY
 

12 Mei 1993-12 Mei 2011 = 18 tahun.

Hari ini, Kamis, 12 Mei 2011 adalah hari yang paling istimewa bagiku (seharusnya).

Karena di hari ini aku memeringati tanggal dan bulan kelahiranku, untuk ke 18 kalinya.

Entah kenapa tiap kali aku melihat pada angka 12 di bulan ini aku merasa sangat bahagia dan mengatakan dalam hati bahwa ini adalah hari spesialku. Hari yang berharga dalam hidupku. Sangat istimewa. Aku menyukainya, 12 Mei.



Tak terasa aku telah melewati masa usia manisku, usia 17 tahunku. Yah hari ini akhirnya angka itu harus kulalui. Itu artinya aku bertambah usia dan berkurang waktu untuk menghirup dan mengembuskan nafas di dunia ini.

Banyaaaak sekali hal yang udah aku lalui selama ini, selama 18 tahun dalam hidupku. Sedih, senang, haru, kecewa, marah, kesal, terancam, frustrasi, depresi, dan lain-lainnya... Nano-nano banget deh hidupku ini.

Aku sangat-sangat bersyukur masih diberi anugerah untuk menikmati indah dan luasnya dunia-Nya yang penuh keajaiban dan keistimewaan.

Tuhan, terima kasih banyak atas segala hal yang telah Kau karuniakan kepadaku selama ini. Selama setahun setelah ulang tahunku yang ke 17.

Aku melewati banyak hal dalam setahun terakhir ini. Termasuk menghadapi suatu masalah yang belum pernah aku sangka akan kudapatkan. Masalah yang sangat rumit, bagiku, entah kalau bagi orang lain yang mengalami masalah ini.

Meskipun baru Mei ke 18, tapi bagiku ini adalah perjalanan yang cukup panjang untukku.

Daaan, yang paling istimewa, aneh, dan agak tidak masuk akal adalah di usiaku yang ke 18 ini akhirnya aku memiliki seorang pacar!

Pacar… yaa.. pacar. Begitulah. Entah bagaimana aku harus menceritakannya karena kisahku tentang hal ini terlalu rumit, memusingkan, berputar-putar tanpa arah membentuk benang kusut yang semakin lama semakin kusut dan entah sampai kapan akan kutemukan ujungnya hingga aku bisa menelusuri kekusutannya dan mengurainya, kemudian aku ingin mengemasnya lagi dengan rapi…Menggulungnya dengan indah dan cermat.

Oke skip aja dulu bagian itu...

Meski di ulang tahunku yang ke 18 ini ga ada kue taart yang indah, enak, dan mahal (bahkan memang ga ada sama sekali), atau kejutan-kejutan meriah dari semua orang, tapi aku tetap merasa bahagia dan menganggap hari ini hari sakral dan istimewa bagiku. Namun aku sedih, karena hari ini hanya satu hari dan akan berlalu, pergi dan aku bersiap menyambut hari ini di tahun yang berikutnya.

Entah senang atau malah sedih nih karena usiaku bertambah, rasanya kadang aku ingin kembali lagi dan berhenti di usia 5 tahun untuk selamanya, tapi di sisi lain aku ingin melanjutkan hidupku, merasakan menjadi seorang wanita dewasa. Tapi aku takut dan membenci menjadi dewasa, terkadang. Karena kehidupan orang dewasa itu rumit. Sangat rumit.



Dan ga ada pula lilin-lilin kecil yang indah di hari ini. Tapi aku tetap menganggap hari ini istimewa. Perasaanku selalu menggebu ketika aku melihat tulisan 12 Mei ataupun 12 Mei 2011. Oia hari ini bertepatan dengan hari kelahirannya Florence Nictingale (entah bener atau salah nulisnya). Aku senang dilahirkan di hari yang sama dengan seorang wanita yang hebat, seorang perawat yang berjiwa sosial besar... Semoga aku bisa juga seperti dia sehingga bisa mencetak tanggal 12 Mei sebagai hari yang istimewa untuk dunia (amiin). Haha. Terlalu muluk, tapi aku berharap bisa mewujudkan mimpi abstrakku itu. Semoga...
Oia, dan hari ini bertepatan juga dengan hari presentasi Mapres di PTN tempatku berkuliah. Waw, hari yang istimewa pula bagi mereka, para mapres fakultas yang bertanding... Senangnyaaa banyak orang yang bergembira di hari istimewaku ini...

mmmm...

T.T

Sebenarnya aku masih ingin menulis banyak, tapi aku harus pulang sekarang (karena nulisnya ini di kampus, maklum, tempat yang ada hotspotnya karena di rumah lagi ga ada akses internet) mengejar kereta.. (haha. cape kali ngejar kereta).
Hmmm.. intinya udah deh sampai sini dulu luapan emosiku di hari kelahiranku

Sekali lagi, Happy 18th Birthday...
:)




walaupun ga ada kado berupa materi tapi aku mendapat banyak kado berupa doa dan harapan bahagia dan harapan baik untuk hidupku, terima kasih semuaaa...



Selasa, 10 Mei 2011

Strange and Freak Feeling

Ketika seseorang itu mendekat aku justru merasa ketakutan dan berharap dia tak akan pernah mengunjungiku saja.
Aku membencinya...
Aku merindukannya tapi aku tak menyukai kedatangannya.
Ah entahlah. Aku merasakan suatu perasaan yang aneh, yang mengganjal.

....

Rasanya selalu sulit untuk mengekspresikan sesuatu yang ada di otakku dan perasaan-perasaan yang aku pendam mengenai sesuatu dalam aspek kehidupanku ke dalam tulisan. Enggan dan malas. Payah.
Sebenarnya aku membencinya. Ketika aku memiliki berbagai hal dalam pikiranku, aku selalu menunda untuk menuangkannya ke dalam coretan-coretan tanganku.
Akhirnya mereka bersembunyi di tumpukan-tumpukan pikiranku, bercampur dengan sampah maupun hal berharga lainnya di sana. Kacau sekali rasanya struktur penyimpanan dalam otakku. Menyebalkan.

Selasa, 03 Mei 2011

I Wanna Cry

Aku hanya ingin meneteskan air mata saat ini.

http://www.robinolsen.com/images/oil/tears2%202001.jpg

Tanpa tahu jelas apa yang membuatku merasa ingin menangis.


Senin, 02 Mei 2011

Aku Rasa Aku Membencinya

Entahlah karena goncangan apa hingga kenyataan yang aku hadapi sekarang benar2 berubah hampir 180 derajat.
Sulit sekali ternyata menghadapi kenyataan yang belum pernah terbayang selama ini. Ini jauh di luar dugaanku! Benar2 jauh...
Dan inipun telah mengacaukan setting awal otakku untuk hidupku.
Aku sekarang merasa tak berdaya dan kehilangan arah serta keyakinan atas keyakinanku dulu. Karena dia... Ya semua karena kehadirannya. Entah aku harus bersyukur atau mengeluh padaMu Tuhan...
Aku tak menginginkannya di satu sisi karena aku tak siap dengan kenyataan seperti ini, jauh di luar pemikiranku dan bahkan ini sangat berseberangan dengan pemikiranku dulu. Aku tak tahu, dan hanya bisa membiarkan semua ini mengalir, menuju hulu, dan bebas terjun ke muara, berhenti dan memulai siklus awal lagi.
Tapi untuk saat ini aku merasa sangat kacau dan tergoncang Tuhan. Ini jauh dari kenyataan yang kupikirkan. Ini seperti dalam dunia mimpi. Aku mungkin terlalu lelap tertidur hingga sulit untuk bangun dan mengakhiri mimpi ini.
Tuhan, aku mohon petunjuk dan kuasaMu atas semua ini, atas hidupku. Aku ingin kembali ke dalam dunia nyataku yang dulu. Dalam pemikiran teguhku dulu, yang kini telah tergoncang. Karena aku merasa tak sanggup untuk ini. Aku sangat takut Tuhan. Sangat takut. Aku lebih memilihMu dan akan memilihMu daripada dia dan semua bayangan abstrak itu.

Masih Bisakah...?

Entah masih bisakah aku merasakan hal seperti ini dalam hidupku bersama mereka.
Di satu sisi aku merasa beruntung karena merasakan hangatnya suasana seperti ini meski dalam lingkup kehidupanku bersama orang lain bukan dengan mereka.
Suasana yang berbeda dengan yang pernah aku alami dan rasakan.
Dalam hidupku selama ini aku TIDAK PERNAH sama sekali merasakan suasana hangat penuh keharmonisan (meskipun mungkin ini pun palsu) seperti saat ini.
Walaupun mungkin kebahagiaan pada momen ini pun tidak sepenuhnya asli. Penuh kepalsuan antara tokoh-tokohnya. Setidaknya ini menjadi kenangan selama hidup bagi masing-masing tokoh ini. Termasuk aku, karena aku pun telah terlibat dalam suasana emosional ini.
Benar-benar akrab, hangat, dan bahagia, setidaknya begitulah terlihatnya dari luar. Dan aku pun ikut menikmatinya, sesuatu yang belum pernah aku rasakan dan alami dalam hidupku bersama mereka. Dan jujur aku sangat mengharapkannya terjadi. Namun, masih bisakah..? Sulit sepertinya untuk mewujudkannya menjadi kenyataan kecuali ada keajaiban mengubah dirinya dan dirinya dan dirinya menjadi karakter lain.




Di sisi lain aku merasa sedih dan kecewa.
Aku tak kan pernah mengalaminya bersama mereka. Bahkan mungkin bagi mereka hal seperti ini bukanlah hal penting. Dan bagi dirinya hal seperti ini adalah sesuatu yang sia-sia dan sangat dibencinya. Dia pasti akan mengumpat untuk melakukan hal seperti ini. Namun aku sangat-sangat yakin bahwa dia akan sangat senang jika ada orang lain yang mengajaknya. Begitulah mental karakter yang terlalu munafik.
Aku membencinya namun aku rasa aku tak sanggup untuk membencinya karena bagaimanapun dia adalah tokoh yang berperan dalam hidupku.


 Tuhan, aku benar-benar menginginkan jawaban ini, masih bisakah aku mendapatkan suasana seperti ini bersama mereka, orang-orang terdekatku?


Dan terima kasih untuk kehangatan, keakraban, serta kebahagian yang telah kalian--orang lain dalam hidupku-- izinkan untuk aku rasakan.

Minggu, 01 Mei 2011

Impossible...


Ketika itu, ketika aku melihatnya berjalan berdampingan dengan seseorang itu...
Aku merasa iri. Entah kenapa... Seharusnya aku tak pantas merasa iri. Bukankah Tuhan telah menganugerahkan segalanya dengan penuh keadilan dan sesuai dengan takaran untuk masing-masing hambaNya?
Tapi aku hanya manusia yang sering khilaf.
Dan aku manusia yang lemah dan mudah tergoda. Tergoda untuk mengingkari ajaranNya. Kuakui itu.
Aku iri karena aku rasa aku tak memiliki sosok seperti seseoran yang dia miliki.
Aku iri karena aku kini merasa sangat jauh dengan dirinya, figur yang memiliki peran yang sama dalam hidupku.
Aku iri, padahal jarak geografisku lebih dekat dengan seseorang itu daripada dia dengan seseorang miliknya itu.
Tapi dia begitu dekat dengan dia. Padahal jarak geografis dia dengan seseorang miliknya itu lebih jauh beberapa kali lipat dari jauhnya aku dengan seseorang milikku.




Iya memang berbeda.
Dan ini adil, seharusnya...
Tapi entah kenapa aku merasa ga adil. Karena aku sangat menginginkan figur dengan sosok seperti seseorang miliknya itu atau sejenisnya. Tapi aku tak memilikinya.
Namun seharusnya aku tetap mensyukuri anugerah dariNya atas seseorang yang aku miliki ini. Karena bagaimanapun dia adalah orang yang istimewa untukku. Dia pun luar biasa. Dia sangat luar biasa. Bahkan hingga saat ini pun aku bisa disini sekarang karena dia pula.
Tapi entah kenapa aku masih tetap menuntut yang lebih atas dirinya. Aku benar-benar tidak mensyukuri telah memilikinya. Aku benar-benar jahat dan buruk...
Aku ingin memiliki figur dia dengan sosok yang "kalem", lembut dan pengertian walau sebenarnya dia adalah orang yang lembut dan pengertian. Namun aku menuntut aku ingin lebih. Aku ingin dia seperti figur dia yang lain, yang orang lain miliki.
Berwawasan lebih dari aku. Bisa menjadi sandaranku setiap waktu. Bisa memberiku bimbingan sampai aku tua nanti, bukan hanya ketika aku masih kecil. Bisa mengajakku ke tempat-tempat yang indah yang belum aku tahu. Bisa memberitahuku banyak hal tentang hidup. Bisa membuatku merasa tenang karena kehadirannya. Bisa memberikan waktunya sepenuhnya untukku. Bisa mengerti setiap dunia dan permasalahanku. Bisa saling berbagi denganku. Tidak membuatku merasa muram. Bisa terlihat lebih dewasa dan kalem dariku. Bisa membuatku merasa bangga memilikinya. Bisa membuatku terus merindukannya. Bisa membuatku merasa tak ingin kehilangan dia. Bisa membuatku percaya dia akan baik-baik saja. Benar-benar baik. Bisa memberiku contoh yang baik dan benar. Bisa memberiku sesuatu yang ku inginkan. Bisa membelikanku sesuatu yang aku perlukan namun aku tak tahu kalau aku memerlukannya.



Aaarggh..!
Aku tahu aku terlalu banyak menuntut atas dirinya. Padahal dia sebenarnya telah menjadi sosok yang luar biasa dalam hidupku. Tanpanya pun aku tak tahu akan bagaimana. Namun tak terpungkiri aku membutuhkan dia untuk bisa mengubah beberapa hal dalam dirinya saat ini yang aku anggap sebagai hal yang seharusnya tidak dia lakukan dan miliki. Jujur terkadang aku merasa kesal dan lebih baik tak mendengar kabar tentangnya beberapa saat. Lagipula dia punya orang lain yang lebih perhatian dari aku, lebih pengertian dariku, lebih bisa membuatnya tenang dan tertawa, bisa membuatnya bersemangat menghadapi hidupnya, bisa mendengar kabar dari suaranya setiap hari. Meski dia tidak memiliki ikatan apapun, hanya mungkin ikatan emosional. Jujur aku cemburu dengan itu. Tapi aku pun bersyukur karena aku tak bisa seperti itu dan aku tahu dia membutuhkan seseorang yang seperti itu, jadi aku bersyukur karena dia tak merasa sangat tertekan atas hal yang mungkin dia tuntut dariku.
Namun aku semakin kehilangan sosoknya, selain karena jarak tapi karena perasaan itu juga...

Aku menangis aku menginginkan dia seperti itu.
Aku merasa sangat kesepian...

And Finally, aku rasa semua hal yang aku tuntut untuknya itu udah Impossible buat terwujud.
Keadaan terberinya adalah seperti ini jadi aku harus tetap mensyukurinya. Dan aku harus berprinsip, semua orang bahagia dengan anugerah masing-masing dariNya. Selalu ada yang SPECIAL dari tiap anugerahNya.
Dia adalah milikku dan ini adalah hidupku dan aku memang seharusnya seperti ini.

Actually I really MISS U so damn much. Kangen dan rindu denganmu di masa itu, merindukan sosokmu yang dulu yang lebih bahagia dan bersemangat.
Tapi impossible untuk kembali kesana karena tidak ada Doraemon di dunia nyataku.