Minggu, 22 Mei 2011

Always There a Hurt in a Love


Aku rasa kehidupanku berbeda dari kebanyakan orang normal. Karena masalah itu.
Aku rasa aku gila. Dan duniaku pun gila, penuh ketidakwarasan. Apa ini normal? Atau mungkin hanya persepsiku yang berlebihan dalam memandang masalah yang aku alami sekarang. Mungkin kalau orang lain yang mengalami masalah sepertiku ini tidak akan se”lebay” aku. Yah mungkin aku memang yang terlalu lebay dengan masalahku ini. Tapi dalam setiap hal aku selalu merasa takut untuk men”judge” aku dan masalahku sebagai masalah yang tidak normal yang tidak seharusnya aku alami, karena mungkin bagi orang lain masalah ini adalah normal. Aku selalu merasa tidak bebas atas hidupku dan segalanya milikku, karena orang lain, karena kehadiran mereka membuatku berubah menjadi objek, sesuatu yang aku benci. Aku suka pernyataan dari Sartre, bahwa orang lain adalah neraka bagi kehidupan seseorang, jahat memang kedengarannya. Tapi aku rasa itu benar, meskipun tak sepenuhnya.
Aku pusing dengan masalahku ini. Gila, konyol, dan mungkin buruk. Yang benar saja, aku mencintai seseorang yang dicintai seseorang yang sangat aku cintai dan berharga dalam hidupku. Meskipun sebenarnya disini kalau dilihat secara logika seharusnya aku yang lebih pantas mendapatkan seseorang itu. Tapi itu sekadar logika, bukan perasaan. Aku belum memiliki ikatan sakral apapun dengan seseorang. Dalam hal ini bisa dibilang aku masih bebas dan berhak untuk menjalin suatu hubungan dengan seseorang. Sedangkan orang itu, seseorang yang berharga dalam hidupku, kebalikanku.
Kemudian dari segi waktu hidup. Mungkin dalam beberapa hal dan bagi sebagian orang hal ini bukan hal yang penting dan perlu dipertimbangkan. Namun secara rasional hal ini menjadi pertinmbangan penting dalam suatu hubungan. Akulah yang lebih pantas. Seharusnya, kalu masih menggunakan logika. Namun berbeda konteks dan menggunakan cara penilaian lain (perasaan, pemikiran irasional) hal ini tidak bermasalah. Namun dalam tulisanku kali ini aku membicarakan mengenai kerasionalan dan logika.
Selanjutnya dari segi peradaban, ilmu, pendidikan, dan sejenisnya, seharusnya pula aku yang kebih pantas. Aku merupakan generasi kedua sedangkan dia generasi pertama. Dari segi pengalaman mungkin memang dia lebih dariku namun dari ketiga hal tadi aku lebih darinya. Dan itulah alasan secara logis aku pantas mendapatkan dirinya, bukan dia.
Dari segi apapun aku rasa aku pantas secara logis menjalani hubungan dengannya. Bukan dia.
Namun terluka sekali hatiku ketika terkadang aku berpikir mengenai ini dengan penggunaan rasio dan logika, dan terlebih perasaan. Hancur, tertusuk, sakit sekali.
Namun entahlah masalahku ini memang kurang rasional dan sangat menyebalkan. Aku membencinya. Sangat. Aku tak tahu harus bagaimana dengan semua ini. Aku pun sangat ketakutan kalau ternyata semua adalah persona. Aku… entahlah aku benci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar