Kamis, 16 Desember 2010

Stimulus- Respon

Kamis, 16 Desember 2010
15:38 pm.

Akhirnya setelah berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan nggak pernah ngobrol sama temen se-SMA dulu selama di kampus, hari ini salah satu temenku, yang sama-sama dari daerah mau maen ke fakultasku, nyamperin aku, cuma buat ngobrol hal yang kurang penting.
Seneng juga sih, walaupun sebenernya dia dateng pas waktunya ga begitu tepat karena aku lagi asik dan baruu aja mulai ngebikin mind map psium buat persiapan UAS di perpus. Baru dapet beberapa cabang, tapi, gapapalah demi dia aku ngerelain keasikanku dengan psium.

Obrolan kami sangat-sangat datar awalnya dan memang  nggak penting.
Tapi jujur, buat aku sendiri lumayan dapet insight dalam obrolan ini. Aku juga seneng akhirnya ada yang ngajakin ngobrol. Asik ternyata ketika bisa berbagi unek-unek dengan seseorang. Meskipun nggak dapet penyelesaian seenggaknya buatku dia jadi tau sesuatu yang menggangguku. Bukannya mau buang sampah ke kamu ya, temaan.. Tapi thank you so much.

Dari percakapan kami, aku akhirnya mengatakan sesuatu yang menjadi alasanku menjadi sedikit atau malah memang antisosial, terutama terhadap kelompok kami dari satu daerah.
Aku memang memiliki masalah dengan hubungan interpersonal. Hal mengenai itu seringkali membuat perutku sampai mual, dan otot-ototku tegang, bahkan cairan dalam lambungku pun seolah ikut bergejolak. Sakit. Fisik dan perasaan.
Aku adalah tipe orang yang masih berkemampuan untuk menerima stimulus saja, melakukan respon terhadap stimulus. Aku bukan tipe orang yang cakap menciptakan suatu stimulus terlebih dahulu. Aku memang pasif. Aku takut dan khawatir ketika berusaha menjadi aktif. Penuh tantangan.

Yang aku maksudkan stimulus respon disini mengacu pada hubungan interpersonal yang ada dalam bagian hidupku.
Stimulus adalah sesuatu yang bisa membuatku terpancing untuk ikut terlibat dan menjadi aktif dalam interaksi sosial. Misalnya, sapaan terlbeih dahulu dari seseorang, kepedulian seseorang terhadapku, ajakan seseorang, tawaran seseorang, senyum seseorang, dan masih banyak lagi.
Sedangkan respon adalah sikap yang aku lakukan untuk menanggapi stimulus itu. Misalnya, membalas sapaan, senyuman, menolak atau menerima ajakan atau tawaran, dan lain lain.

Buruk ya sepertinya?
Tapi itulah aku saat ini. Aku belum berani keluar dari comfort zone ku. Menakutkan sekali. Bukannya aku sepenuhnya pasif, sebenarnya aku juga tidak terlalu menyukai sifatku yang lebih menyukai kepasifan itu, karena menyulitkan diriku dan orang lain.
Aku pernah mencoba berkali-kali untuk menciptakan stimulus terlebih dahulu dalam interaksi sosial yang melibatkanku. Misalnya dengan menyapa terlebih dahulu, melempar senyuman, atau sekedar berpamitan "duluan ya.." kepada seseorang. Tapi seringkali stimulus yang aku ciptakan itu nggak direspon bahkan dicauhkan. Memang ada faktor kesalahanku sendiri di sini. Tanggung dalam  memberikan stimulus, sehingga ketika aku menyapa ada kemungkinan orang yang aku sapa tidak mendengar suaraku jadi dia cuek saja, tapi yang selalu memalukan dan mengesalkan adalah orang-orang di sekitarnya itu mendengar suaraku, jadi justru merekalah yang merespon. Ini sangat membuatku malu sebenarnya. Aku nggak sanggup kalau harus begitu terus. Alasan lain yaitu, respon yang ak terima seringkali tidak sesuai harapanku. Terkadang mereka hanya melihatku dengan sedikit "heran", mengangguk, tidak membalas sapaanku, bahkan mereka tau tapi mengacuhkanku.
Menyebalkan sekali pokoknya. Itulah alasanku menjadi pasif dan malas menjadi aktif.

Semoga aku bisa mengubah sifatku sesuai harapan orang-orang yang mungkin ingin aku menjadi pencipta stimulus.
Menjadi pasif bukan berarti apatis dan sombong. Tapi ada faktor-faktor lain yang seringkali orang lain tidak tahu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar