Selasa, 14 Desember 2010

Keterbatasan yang Tak Membatasi



        Suatu kali saya bersama seorang teman saya mengikuti seminar yang diadakan lembaga kemahasiswaan di suatu perguruan tinggi di Indonesia. Seminar ini sudah berskala nasional karena terbuka bagi mahasiswa, pelajar, akademisi di seluruh Indonesia dan juga kalangan umum yang berminat. Ada beberapa pembicara yang dihadirkan dalam seminar dan talkshow tersebut. Mereka semua termasuk orang-orang hebat yang berpengalaman dan cukup ahli di bidangnya. Seminar ini merupakan rangkaian acara yang berlangsung selama dua hari dan terdiri dari dua sesi.
        Hal yang saya anggap menakjubkan dari acara ini adalah karena PO (Project Officer) acara ini yang istimewa bagi saya. Awalnya setelah berada di ruang seminar tersebut, saya merasa aneh dan hanya saling pandang dengan teman saya ketika ada seorang mahasiswa memakai jaket almamater kampusnya berjalan menggunakan tongkat sambil dibantu temannya menuju ke arah para pembicara hebat dalam seminar tersebut. Lalu kami hanya mengamati apa yang dia lakukan. Dia duduk di sebelah para pembicara hebat itu sambil mengatakan sesuatu, sepertinya mengenai acara seminar waktu itu. Beberapa saat setelah acara dimulai, pembawa acara memanggil PO acara tersebut untuk memberikan sambutan. Yang membuat saya cukup terkejut yaitu ketika mahasiswa yang memakai tongkat itu maju ke arah podium untuk berpidato singkat. Dia tidak begitu mengharapkan bantuan rekannya untuk berjalan ke arah itu, karena rekannya hanya membantu mengarahkan mikrofon mendekati mulutnya dan hanya membantunya naik ke atas podium yang sedikit bertingkat itu. Ternyata mahasiswa buta itu adalah PO dari acara sebesar itu. Saya merasa kagum dan heran, bagaimana bisa seorang mahasiswa dengan keterbatasan fisik mampu menjadi PO acara besar dan mampu berpidato dengan baik, jelas, dan lugas.
        Karena cukup penasaran, saya menanyakan hal mengenai dia kepada senior saya yang juga menjadi panitia seminar tersebut. Ternyata dia adalah mahasiswa semester akhir perguruan tinggi yang menyelenggarakan acara itu. Dalam seminar tersebut saya sempat melihatnya memegang telepon genggam. Hal itu membuat saya bertanya-tanya bagaimana caranya dia menulis sms atau mengoperasikan telepon genggamnya padahal dia buta. Lalu senior saya bercerita sedikit tentang dia. Walaupun dia punya keterbatasan fisik, dia tetap dapat menggunakan teknologi. Setiap hari dia selalu membawa laptop ke kampus. Cara mengoperasikan alat-alat elektroniknya adalah dengan memasang software khusus dalam laptop maupun handphonenya. Dia menggunakan indera pendengarannya untuk memaksimalkan kemampuan lain dalam dirinya dan tidak bergantung pada kekurangannya, yaitu matanya. Bahkan meskipun dia buta dia bisa menghasilkan karya-karya tulisan yang bermutu, terbukti dengan beberapa kali tulisannya dimuat di media massa nasional yang cukup ternama. Menurut senior saya itu, sebagai PO acara besar dengan keterbatasan fisik, dia sangatlah luar biasa karena dia tidak mudah menyerah bahkan selalu memberi semangat kepada para stafnya sehingga membuat staf-stafnya merasa bahwa orang yang fisiknya kurang sempurna saja bersemangat dan bisa, mengapa orang yang fisiknya sempurna tidak? Dia hidup dalam keterbatasan yang tidak membatasi dirinya untuk menjadi luar biasa bagi orang lain.
        Hal tersebut cukup membuka hati saya untuk lebih bersyukur kepada Tuhan. Ternyata saya masih jauh lebih beruntung dari orang lain yang kekurangan. Kejadian itu juga memacu saya untuk bisa berbuat lebih dari orang yang memiliki keterbatasan. Mereka saja bisa, mengapa saya tidak.

(bahan sebagai tugas jurnal mata kuliah logpenil, Desember 2010.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar